Category Archives: Pajak

Resiko PPN Keluaran

12.jpgPPN keluaran
kan pajak yang harus ditanggung oleh pembeli atas penyerahan suatu barang atau jasa, lantas resikonya apa?
Nah itu dia, dalam suatu transaksi jual-beli tentu ada pajak masukan bagi si pembeli & pajak keluaran bagi penjual. Resikonya adalah ketika transaksi tersebut dilakukan secara kredit, dimana pembeli dapat membayar belanjaannya dikemudian hari. Emang wajar sih kalo penjualan dilakukan secara kredit, mungkin sekarang kalo bisa semua transaksi bayarnya boleh menyusul ^_^. Tapi ya gitu, transaksi kredit sangat erat kaitannya dengan kegagalan si customer untuk membayar utangnya. Nah dari ketidakmampuan si customer untuk membayar, timbullah berbagai kerugian bagi pihak penjual.Berdasarkan prinsip accrual basis, PPN sudah terutang sepanjang barang telah diserahkan oleh penjual meskipun belum dilakukan pembayaran oleh pembeli. Sedangkan sesuai prinsip cash basis, PPN terutang pada saat diterimanya pembayaran. Dan yang perlu diingat, saat terutangnya PPN tergantung mana yang lebih dulu terjadi antara diterbitkannya faktur pajak dengan pembayaran. Faktur pajak itu sendiri harus dibuat paling lambat akhir bukan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan barang / jasa kena pajak (kalo pembayaran dilakukan setelah akhir bulan berikutnya). Selain itu ada aturan lagi yang menyatakan bahwa faktur pajak harus dibuat pada saat penerimaan pembayaran (kalo pembayaran dilakukan sebelum akhir bulan berikutnya).Yang jadi masalah adalah ketika pembayaran dilakukan setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan transaksi. Karena customer belum melakukan pembayaran atas transaksi tersebut, maka penjual lah yang harus me’nalangi PPNnya terlebih dahulu. Kalo si penjual nekad bikin faktur pajak saat customer melakukan pembayaran, padahal pembayaran baru dilakukan setelah akhir bulan berikutnya, maka si penjual dapat dikenai sangsi denda sebesar 2% dari dasar pengenaan pajak (kalo hal ini diketahui pemeriksa pajak).Masalah yang lebih besar terjadi ketika customer bener2 gak mampu melunasi utangnya. Bagi penjual, tindakan yang dilakukan adalah melakukan penghapusan piutang dagangnya. Di akuntansi sih, ndak ada persyaratan yang rumit ketika akan menghapus piutang. Tapi di pajak….
Ada banget!!
Ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar piutang dapat dihapus. Tentang keempat syarat tersebut, ngga aku bahas disini, pokoknya yang jelas piutang dagang tersebut dapat dihapus. Gimana dengan piutang PPNnya?
Dalam ketentuan pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 disebutkan bahwa PKP tidak boleh melakukan penyesuaian terhadap PPN yang telah dilaporkan karena adanya penghapusan piutang dagang. Adanya ketentuan ini pasti sangat merugikan pihak penjual karena sudah terlanjur ‘nalangi’ PPN pembeli dan tidak bisa diminta lagi dari kas negara. Huhuhu… pajak emang kejam!Mungkin yang perlu diingat bahwa PPN adalah pajak atas konsumsi. Sehingga ketika terjadi penghapusan piutang, hal tersebut tidak mengakibatkan konsumsi atas BKP berkurang. Lain lagi kalo terjadi retur barang atau pembatalan kontrak jasa yang masih memungkinkan kedua belah pihak untuk melakukan penyesuaian. Nah kalo gitu, untuk meminimalisir kerugian ini sebaiknya :Perketat term of payment. Penjual sebaiknya menetapkan batas waktu yang lebih pendek dari jangka waktu penerbitan faktur pajak (standar), atau paling tidak sama dengan jangka waktu penerbitan. Hal ini cukup sulit dilakukan mengingat filosofi pembeli adalah raja, apalagi kalo pembeli minta macem2.Maksimalkan jangka waktu penerbitan faktur pajak standar. Jangan cepat2 menerbitkan faktur pajak standar!!!! Buat aja pas di waktu akhir pembuatan faktur pajak ^_^Batalkan transaksi dan minta pembeli melakukan retur. Adanya retur ini akan mengakibatkan berkurangnya PPN keluaran bagi PKP penjual, sehingga PKP penjual juga bisa terhindar dari resiko kerugian akibat bad debt. Di lain pihak, pembeli lah yang akan keberatan karena adanya retur akan mengurangi pajak masukannya.

2 Komentar

Filed under Pajak

KASUS PERUSAHAAN SEKURITAS

duit.jpgNext..next… aku mo nulis tentang kasus pajak yang mungkin bisa terjadi di perusahaan sekuritas. Biasanya semua kasus pajak terjadi waktu pemeriksaan ato setelah pemeriksaan. Kok bisa?? Ya iya lah… kalo semisal suatu perusahaan gak diperiksa pajaknya, pasti gak bakal ketahuan kalo ada penyelewengan pajak (hehehe…. ^_^ à tapi itu kalo perusahaannya yg ‘nakal’). Sebaliknya juga bisa terjadi lho, perusahaan nya udah gak curang tapi petugas pajaknya tuh yang nyari-nyari kesalahan (karena seringkali perusahaan tidak mengetahui peraturan perpajakan yang terbaru).

Tahun 2006, PT ‘X’ diperiksa pajak PPh badannya oleh fiskus pajak. Dari pemeriksaan tersebut, fiskus pajak melakukan sejumlah koreksi positif yang terdiri dari :

  • Koreksi atas peredaran usaha

Alasan fiskus pajak

Fiskus pajak menemukan bahwa jumlah omset yang dilaporkan PT ‘X’ dalam SPT PPh badan lebih rendah dari jumlah omset yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Atas selisih tersebut, fiskus pajak melakukan koreksi positif terhadap omset PPh badan PT ‘X’.

Alasan PT ‘X’

Sebenarnya tidak ada selisih antara peredaran usaha di SPT Tahunan PPh badan dengan SPT Masa PPN. Pemohon mengungkapkan bahwa selisih tersebut sebenarnya terjadi karena perbedaan penyajian secara neto di SPT Tahunan PPh badan saja.

  • Koreksi biaya perjalanan

Alasan fiskus pajak

Dikoreksi positif karena biaya perjalanan tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan untuk komisaris dan pegawai ekspatriat PT ‘X’ yang berdomisili di Hongkong, sehingga tidak berkaitan dengan kegiatan usaha PT ‘X’.

Alasan PT ‘X’

Biaya tersebut dapat dibebankan karena pihaknya merupakan perusahaan sekuritas yang memiliki 85% nasabah yang berkedudukan di luar negeri. Dalam perjalanan bisnisnya, perusahaan melakukan road show ke beberapa negara seperti Singapura, Hongkong, London, dan New York untuk memperkenalkan saham perusahaan yang go public yang terdaftar di BEJ. Road show tersebut dibutuhkan agar nasabah aktif melakukan beli ato jual saham. Sama seperti perusahaanyang bergerak dibidang industri, biaya road show = bahan baku. Jadi kalo biaya ini dikoreksi dan alasannya gak jelas…. Bisa bikin rugi! Untuk memperkuat argumentasinya, PT ‘X’ menunjukkan bukti SPT PPh 21 formulir 1721-A1, undangan untuk menghadirkan expatriat asing, payment voucher, general ledger, dan surat penugasan dinas ke luar negeri.

 

Untuk kedua kasus ini…. Akhirnya pengadilan berpihak pada perusahaan sekuritas tersebut.. alasannya??? Ya jelaslah!! Tuh, bukti-bukti lengkap dan apa yang diungkapkan perusahaan emang masuk akal banget ^_^ jadi…kalo perusahaan kalian ada yang diperiksa pajaknya.. JANGAN TAKUT… JANGAN NERVOUS.. wes pokoknya jangan keburu pusinglah..asal kalian emang ndak salah.. ya udah.

yah, sementara aku nulisin dua kasus ini dulu aja deh….

Tinggalkan komentar

Filed under Pajak

AKUNTANSI Vs PAJAK !!!!!

sd.jpgBerdamai itu ternyata susah banget ya?? Bahkan untuk sesuatu yang seharusnya berjalan secara selaras, sejalan, dan harmonis….ternyata blum bisa juga. Yah, contoh yang aku angkat disini adalah adalah kedua bidang yang saat ini sedang aku tekuni ^_^, yaitu perpajakan dan akuntansi. Semakin belajar keduanya, semakin cerah….tapi Semakin bingung juga ^O^.

Perbedaan utama yang menjadi pemisah keduanya adalah dasar pencatatannya. Kalo akuntansi menggunakan dasar accrual basis, yang mengakui transaksi pada saat terjadinya. Sedangkan perpajakan menggunakan dasar cash basis, yang mengakui adanya transaksi pada saat ada duit yang diterima atau dikeluarkan. Nah, dari dasarnya aja udah beda…. Makanya kok gak bisa akur . Trus, ditambah lagi sederet peraturan perpajakan yang harus ditaati, PP lah, MenKeu lah, UU Pajak lah… yah, makin beda deh… makin banyak yang diapalin… makin cape` deh…

Pada prinsipnya, akuntansi digunakan untuk menyajikan berbagai informasi keuangan yang bagi penggunanya akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Dalam dunia usaha ada akuntansi, dalam hidup rumah tangga ada akuntansi, di pemerintahan ada akuntansi. Akuntansi, adalah komunikasi. Dimana-mana ada akuntansi . Akuntansi itu sendiri berjalan ketika kebijakan-kebijakan akuntansi telah dibuat. Lha terus, Kebijakan akuntansi itu sendiri darimana dan siapa yang mbuat? Yang mbuat ya pembuat kebijakan di masing-masing perusahaan, sesuai dengan kondisi perusahaan… asalkan tidak menyimpang dari Prinsip Akuntansi Berlaku Umum. Sedangkan pajak menurut akuntansi berpendapat bahwa Pajak menumpangi berbagai sistem dan sub sistem dalam dunia bisnis dan ekonomi yang template-nya adalah akuntansi. Kondisinya menuntut bahwa semestinya pajak dengan santun mengikuti aturan main yang ada. Dan mestinya pajak tidak bisa seenaknya mengubah semua itu. Cuman yang perlu diingat, seperti yang terjadi di mana pun di dunia, pajak memiliki keistimewaan berupa kewenangan lebih untuk memaksa setiap pihak mengikuti aturan mainnya sendiri.

Beda lagi menurut pandangan orang pajak. pajak sebagai salah satu wahana untuk mengejar kehidupan yang sejahtera, harus bisa meng-assess kerangka berpikir yang sama. Sedangkan akuntansi adalah selalu merupakan hasil dari kesepakatan antar kepala, antar niat, antar orientasi dan sangat jelas antar ideologi. Akuntansi tidaklah buruk melainkan tergantung pada setiap kepala yang membangun kesepakatan demi kesepakatan yang ada di dalamnya. Akuntansi bisa menjadi baik atau menjadi buruk bagi cita-cita kita. Yah, bener juga sih… akuntansi bisa menjadi alat memanipulasi dan mengakibatkan kekacauan ^O^, contoh yang sangat jelas adalah kasus enron dan worldcom. Gara-gara itu semua peraturan langsung diubah, blum lagi mengakibatkan banyak pengangguran mengingat adanya ijin KAP yang dicabut. Semoga gak terulang lagi… soalnya itu sudah sangat-sangat mencoreng profesi akuntansi .

Uuhhmmm… cape` juga kalo membahas perbedaan-perbedaan yang menimbulkan pertikaian. Tapi gimana lagi ya, emang gitu sih kenyataannya, dan akibatnya terjadi saling ‘akal-akalan’. Orang akuntansi mencari cara, agar tidak dikenai pajak. Dan sebaliknya, orang pajak selalu mencari-cari kesalahan orang akuntansi. Masa sih, sampe kapanpun hal itu selalu terjadi?. Semoga nggak, dan semoga setiap profesi bisa menjalankan tugasnya dengan jujur, sehingga tidak ada kecurigaan antar profesi. Ada gak ya profesi lain yang juga mengalami pertentangan?

18 Komentar

Filed under Accounting, Pajak

Syarat syarat Insentif Pajak

Ini nih sambungan post sebelumnya yang judulnya ‘insentif pajak’….

Aku baru nemu artikel lagi dari Indonesian tax review nih ^_^, yang menjelaskan tentang syarat – syarat yang harus dipenuhi wajib pajak agar dia bisa membiayakan sumbangan yang diberikan pada korban bencana alam.

                                                   gempa-jogja2.jpg
Dalam ketentuan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 94/PMK.03/2006 dinyatakan bahwa wajib pajak yang dapat membebankan biaya atas sumbangan yang diberikan kepada para korban bencana alam gempa bumi dan tsunami tersebut adalah :

  • Wajib pajak badan yang penghasilannya tidak dikenai PPh final.
  • Wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan bebas, tidak termasuk wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya dikenai pajak penghasilan final atau menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.

Tidak hanya itu, wajib pajak juga harus mencatatnya dalam akun yang menyatakan bahwa sumbangan tersebut memang diberikan pada korban bencana alam di Yogyakarta dan pesisir pantai selatan Pulau Jawa. Adanya kewajiban ini dimaksudkan agar bisa membedakan akun sumbangan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam di Yogyakarta dan sekitarnya dengan akun sumbangan yang bukan untuk korban bencana alam, atau korban bencana alam yang lainnya. à soalnya kalo digabung jadi satu bisa luput dari pemeriksaan pajak… dan bisa saja sumbangan-sumbangan yang lain juga ikut dibiayakan… tapi ribet juga sih ya mesti bikin akun tersendiri^n^

Apalagi? Masi ada lagi nih syarat-syaratnya…

Agar sumbangan tersebut dapat dibiayakan, maka sumbangan itu harus didukung oleh bukti-bukti yang sah dan dapat diuji kebenarannya. Trus sumbangan itu juga mesti disalurkan melalui melalui instansi pemerintah seperti kantor wakil presiden, kantor menteri coordinator bidang kesejahteraan rakyat, departemen social, departemen kesehatan, dan departemen keuangan, serta pihak-pihak lain yang dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya, termasuk Palang Merah Indonesia, media massa cetak dan elektronik, dan organisasi social dan atau keagamaan. Jadi kalo sumbangannnya dikasihkan sendiri langsung ke korban bencana alam, tanpa melalui instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang di atas…. Bisa jadi akan dikoreksi dan tidak boleh dibiayakan. Hal ini antara lain disebabkan karena kebenaran penyampaian sumbangan diragukan, karena bisa saja dana sumbangan itu tidak benar-benar disalurkan ke korban bencana alam… dan hanya dijadikan alasan untuk memperbesar biaya fiskal. Padahal lewat lembaga-lembaga yang disebut diatas juga mestinya masi harus dicari kebenarannya.. ya tho?-l

Eh, tapi ternyata instansi pemerintah dan lembaga-lembaga yang mengumpulkan sumbangan dan menyalurkannya kepada korban bencana juga diwajibkan untuk mendaftarkan diri sebagai penampung, penyalur, dan pengelola sumbangan ke kantor dirjen pajak.

Lumayan banyak juga syarat-syaratnya… walopun sebenernya yang namanya nyumbang itu kan harus ikhlas.. tapi untuk perusahaan yang mengeluarkan sumbangan, sepertinya memang harus mempertimbangkan beban pajak yang harus ditanggung jika sumbangan tersebut tidak bisa dibiayakan.

Sampai saat ini masih ada beberapa pihak (pihak pajak terntunya) yang masi belum setuju bahwa sumbangan dapat dibiayakan…. Ya udah deh, biarin aja..kita kan berpatokan pada aturan yang baru:-)

Tinggalkan komentar

Filed under Pajak

insentif pajak

 

pajak..pajak..pajak..Sebagai bentuk kepedulian terhadap para korban gempa bumi di Yogyakarta dan sekitarnya, pemerintah memberikan insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berkaitan dengan insentif ini, ada aturan main yang harus diperhatikan. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 95/PMK.03/2006 yang diterbitkan pada tanggal 13 Oktober 2006, Menteri Keuangan memberikan insentif PPN dan PPnBM tersebut. Peraturan tersebut diterbitkan satu paket dengan peraturan Menteri Keuangan lainnya yang juga mengatur insentif pajak untuk korban bencana alam di Yogyakarta dan pesisir pantai selatan pulau jawa.

Beberapa insentif PPN dan PPnBM yang diberikan oleh Menteri Keuangan untuk korban gempa, yaitu insentif atas :

· Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) tertentu.

Yang dimaksud dengan BKP tertentu adalah bangunan yang diperuntukan bagi korban bencana alam. Dengan demikian, secara spesifik insentif PPN yang diberikan terbatas pada penyerahan bangunan untuk korban bencana alam saja. Apabila yang diserahkan adalah BKP selain bangunan, maka PPN akan tetap terutang. Atau, jika penyerahan bangunan tidak ditujukan untuk korban bencana alam, maka dalam hal ini PPN juga akan tetap terutang. Jika dipikirkan lebih lanjut, yaitu definisi korban bencana alam…. Karena korban bencana alam bisa orang pribadi atau bisa juga entitas usaha atau perusahaan yang bangunannya rusak akibat bencana. Nah, apakah insentif PPn ini juga berlaku bagi pengusaha disana yang menjadi korban bencana alam? Apakah penyerahan bangunan untuk tempat usaha korban bencana juga dibebaskan PPNnya?

· Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu.

Yang dimaksud dengan JKP tertentu adalah jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan yang semata-mata untuk ibadah, sekolah, rimah sakit, klinik, puskesmas, serta bangunan MCK(mandi, cuci, kakus) yang diperuntukkan bagi korban bencana alam.

· Impor BKP tertentu.

Berbeda dari insentif atas penyerahan BKP dan JKP tertentu yang berupa PPN dibebaskan, insentif atas impor BKP tertentu adalah berupa PPN tidak dipungut. BKP tertentu itu dalam hal ini adalah barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, social, atau kebudayaan yang diperuntukkan bagi korban bencana alam, sepanjang impornya dibebaskan dari pungutan bea masuk.

· Kegiatan Membangun Sendiri.

Banyaknya bangunan yang rusak akibat gempa, tidak sedikit pihak yang mencoba untuk melakukan pembangunan tempat tinggal dan tempat usahanya sendiri, tanpa melibatkan ampur tangan pihak kontraktor. Berkaitan dengan hal ini, pemerintah memberikan insentif PPN atas kegiatan membangun sendiri tempat tinggal dan usaha yang terkena bencana alam dan sifatnya permanent.

 

Yah gitu deh…

Kira2 insentif pajak ini cukup membantu korban bencana alam ngga` ya?

Bagi dunia perpajakan, tindakan pemberian insentif ini sudah cukup membantu untuk mendorong masyarakat memberikan bantuan ato sumbangan… yah, lumayan lah.. soalnya biasanya peraturan perpajakan emang mau untung nya aja.. pokoknya ngga` mau rugi ^_^

Tinggalkan komentar

Filed under Pajak